Notes from the Archive: Recordings 2011-2016: Menyelami 10 Tahun Perjalanan Karir Musik Maggie Rogers

Melalui Notes from the Archive: Recordings 2011-2016, Maggie Rogers membuat tahun 2020 tidak terlalu nampak buruk. Bila pada tulisan sebelumnya saya menekankan lagu-lagu lama Maggie sebagai "musik yang perlu dirayakan", kini keinginan saya dan sebagian pendengar lain yang telah mendengar lagu-lagu lama tersebut, terwujud. Lalu apa yang membuat Maggie akhirnya memutuskan untuk merilis kembali lagu-lagu tersebut? Apa berkaitan dengan adanya pandemi? Mengingat Maggie pernah mengaku bahwa dirinya tidak sekalipun merasa terinspirasi di masa pandemi. Dengan begitu, saya sempat berspekulasi rilisnya album ini juga didasari untuk mengisi kekosongan satu tahun penuh sejak rilisnya single "Love You For A Long Time". Hingga pada siaran langsung Instagram baru-baru ini, Maggie mendapati pertanyaan akankah dirinya tetap merilis album ini jika tidak ada pandemi, yang kemudian dijelaskan Maggie bahwa album ini harusnya rilis pada bulan Maret. Namun, keinginannya terhalang sebab situasi yang dirasa tidak tepat hingga ia memanfaatkan rentang waktu tersebut untuk mematangkan proyek album ini dan memutuskan untuk merilisnya di bulan Desember.
Maggie Rogers
Album ini berisikan 4 fase dari perjalanan Maggie berkarya dalam musik. Dimulai dari Bagian IV: The Echo - (2011 - 2012). Album debut Maggie yang ditulis pada rentang usia 16 hingga 18 tahun. Kental dengan nuansa folk klasik, musik Maggie saat itu berpusat pada banjo, biola, dan selo. Pada album ini, Maggie dibantu oleh 2 temannya, Courtney Chang pada selo dan Katherine Haroldson pada biola. "Kids Like Us", "Satellite", dan "Wolves" adalah lagu dari album The Echo yang disertakan Maggie pada perilisan ulang lagu-lagu lamanya. Kids Like Us dan Satellite menempati posisi spesial dari saya pada album The Echo. Sedikit menyayangkan Maggie tidak ikut sertakan A Love Letter.


Beralih pada Bagian III: Del Water Gap (2012 - 2013). Proyek duo Maggie bersama penulis lagu dan produser Holden Jaffe, yang saat itu merupakan teman kuliahnya di New York University. Pada album ini, Maggie masih berkutat pada musik folk dan menyertakan "New Song" di perilisan terbarunya. "New Song" merupakan lagu terakhir yang ditulis Maggie dan Jaffe sebelum akhirnya memilih jalan yang berbeda dan Jaffe yang tetap bersolo karir di bawah nama Del Water Gap.
Jalan yang berbeda itu kemudian membawa kita berjumpa dengan proyek solo Maggie, album kedua yang dirilis pada tahun keduanya di NYU, Bagian II: Blood Ballet (2012 - 2015). Ditulis pada rentang usia 18 hingga 20 tahun, Blood Ballet berisikan 9 lagu dan 1 track bonus. Namun, Maggie hanya menyertakan 7 lagu termasuk "James", "Anybody", "Resonant Body", "Blood Ballet", "Symmetry", "Little Joys", dan "On The Page". Berbeda dengan album The Echo, saya menyukai semua lagu di album ini hingga rasanya sungguh sayang Maggie tidak menyertakan Drift dan Good Heart.
Pindah dari kota kecil Maryland ke New York City turut memberi perubahan dalam kematangan artistik pada musiknya. "It's a much different life and a much different pace with different people as well and I'm learning a lot," aku Maggie. Hal itu nampak pada perubahan musik, vokal, juga ketajaman liriknya bila berkaca pada album pertamanya. Tidak lagi selalu banjo sedang di album ini, Maggie juga menyuguhkan petikan gitar elektrik yang dapat didengar pada lagu Resonant Body dan Little Joys.
"James", lagu yang ditujukan Maggie untuk mantan kekasihnya di bangku sekolah nyatanya mampu mewakili perasaan sedih namun tetap berharap yang terbaik untuknya. Tentang bagaimana vokal Maggie pada "Symmetry" membius saya setiap kali mendengarnya. Juga "Anybody", yang ditulis oleh Maggie selepas dirinya berpisah dari kekasihnya. Dilansir dari laman Earth To The Ground Music, "It was a period after her breakup when she was meeting a lot of people that were just not attractive to her. She was just hoping for “anybody!” to come along."
"Will you be my anybody?"

"The record I put out today has absolutely no commercial ambition," aku Maggie pada siaran langsung dari Instagram-nya di hari Notes from the Archive rilis. Mengingatkan saya pada ungkapan serupa darinya beberapa tahun lalu yang juga saya kutip pada tulisan saya "Maggie Rogers: Musik Folk dan Album yang Perlu Dirayakan". "She explained 'she doesn't care about the album' in the best way -- that is to say of course she loves it, but it was more something that she had to do and the commercial viability of it is not the point. It's art; it's her life. It matters, but she's not going to stress over it."
Hal itu benar adanya mengingat Maggie tidak menetapkan harga pada kedua album, The Echo dan Blood Ballet, di Bandcamp. Kedua album tersebut bisa diunduh secara gratis. Hingga menjelang lagu-lagu tersebut rilis kembali, saya dapati pilihan untuk mengunduh gratis tidak lagi ada. (Toh album ini juga bisa didengar bebas di platform musik lain sekarang).

Tidak hanya di Bandcamp, kedua album ini sebenarnya pernah dirilis di semua platform musik termasuk Spotify dan Apple Music. Hanya saat itu Maggie berniat menarik lagu-lagunya setelah lulus dari NYU dengan 2 jurusan Music Production dan English. Berbekal ilmu tersebut, terlepas dari keinginannya untuk terus bermusik, Maggie juga sempat berencana melamar pekerjaan sebagai jurnalis musik―dirinya pernah magang sebagai jurnalis di Elle Magazine.
Maka bila dirinya punya rekaman yang bisa didengar semua orang dirasa hanya akan meragukan objektivitasnya sebagai jurnalis, pikirnya. Namun, 2 hari setelah Maggie mengajukan penarikan musiknya, video "Alaska" Maggie dengan Pharell Williams pada Masterclass di NYU tahun 2016 banyak dibicarakan orang dan membuka pintu yang besar bagi Maggie untuk tetap bermusik, yang kemudian diungkapkan oleh Elle pada artikel "How Maggie Rogers Went From ELLE Intern To Viral Pop Sensation" adalah, "The thing she loved as much as we loved our work was not writing about music but writing it".

Beranjak ke Bagian I: Rock EP - (2016). Pada masa akhir kuliahnya, Maggie mengerjakan 2 proyek yaitu EP "Rock" dan EP "Now That The Light is Fading", kemudian dikenal sebagai EP debutnya tahun 2017 yang terdapat lagu "Alaska" di dalamnya. Pada EP "Rock", shoegaze menjadi arah musik yang diusung Maggie bersama teman bandnya dan tampil pada beberapa gigs dengan Maggie pada vokal dan gitar. Melalui "podcast"-nya, Maggie mengaku banyak memproses hal-hal yang terjadi di hidupnya beberapa tahun ke belakang saat mengerjakan proyek ini, termasuk tentang kehilangan salah satu teman baik di awal masa kuliahnya. Dalam rekaman tersebut, Maggie tidak menyebutkan nama. Namun, saya pernah mendapati bahwa Maggie mendedikasikan Blood Ballet untuk temannya, Samuel Ives Cross. Apa Samuel teman yang dimaksud Maggie?
Saat meramu EP tersebut, Maggie juga mulai bereksperimen pada synthesizer yang kemudian menjadi salah satu alasan Maggie mengubah total kiblat musiknya yang dapat didengar melalui album debutnya, Heard It In A Past Life (2019), "I’ve played guitar in like shoegaze-y rock bands and the EP was really me discovering synthesisers and getting excited about dance and pop music."

CONVERSATION

0 Comments:

Post a Comment